Capture-min

Ady Dwi Achmad Prasetya, M.Pd.

Kaprodi Pendidikan Bahasa Indonesia

STKIP Al Hikmah Surabaya

 

Era disrupsi

Kini kita memasuki era baru yang menjadi tantangan bersama yaitu era disrupsi. Teknologi informasi tumbuh pesat dari waktu ke waktu. Organisasi lama yang sudah mapan harus mampu berinovasi agar tidak tertinggal. Tanpa disadari disrupsi menjadi pengganggu bahkan penghancur organisasi lama. Kasus yang sudah terjadi ialah keberadaan angkutan daring yang mampu menggeser angkutan konvensional. Begitu juga dengan toko daring, kartu e-toll, dan AirBnB yang mampu menggeser keberadaan mal-mal/toko-toko, pekerja pintu toll, dan sektor perhotelan. Era disrupsi akan terus terjadi secara meluas, dari sektor politik, ekonomi, budaya, hukum, kontruksi, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Era disrupsi bukan hanya fenomena hari ini, tetapi juga hari esok.

Konsep disrupsi atau dikenal disruptive innovation diperkenalkan oleh Clayton M. Christensen, seorang professor di Harvard Business School. Konsep tersebut mengingatkan pelaku bisnis agar berinovasi seiring perubahan yang terjadi. Menurut Rhenald Kasali disrupti ditandai dengan emapat hal, yaitu: (1) lebih mudah (2) lebih murah (3) lebih terjangkau, dan (4) lebih cepat. Dengan demikian, kita harus siap dengan perubahan yang dihadapi oleh manusia, melalui segala inovasi.

Bagaimana dengan disrupsi bahasa?

Bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi serta bahasa persatuan telah mapan eksistensinya sesuai dengan Sumpah Pemuda dan amanat konstitusi negara. Hal tersebut berbeda dengan bahasa sebagai kebudayaan, bahasa Indonesia mengalami disrupsi dari dua arah, yaitu bahada asing dan bahasa daerah.

Pengaruh bahasa asing terhadap bahasa Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Banyak kosa kata bahasa Indonesia diserap dari bahasa Arab, Inggris, Portugis, Belanda, dan Latin. Dalam perkembangan kosa kata asing bisa diterima menjadi kekayaan bahasa Indonesia. Generasi sekarang banyak tidak mengetahui beberapa kosa kata bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa asing, seperti: abad, halal, haram, dan banyak lagi.

Disrupsi merupakan ancaman sekaligus peluang bagi munculnya kreatifitas. Dulu Nokia menjadi elektronik terpopuler, kemudian tersisih. Dalam media sosial, Friendster populer kemudian digeser Facebook dan Twitter. Muncul lagi Instagram yang menarik perhatian generasi milenial. Begitu juga bahasa, kosa kata asing yang muncul serta cocok akan diterima menjadi bagian kekayaan bahasa Indonesia. Kosa kata asing yang tidak diterima akan dicarikan padanannya. Contohnya smartphone menjadi telepon pintar.

Disrupsi juga datang dari bahasa daerah, banyak bahasa daerah yang terserap menjadi Indonesia, seperti: gampang (mudah), gawe (kerja), ngomong (bicara), dan banyak lagi. Jadi, proses disrupsi tidak selamanya negatif dan mencemaskan, bahkan memperkaya jika kita mempunyai sikap terbuka. Disamping hal tersebut, ternyata disrupsi dari bahasa daerah muncul juga dengan latar belakang yang berbeda. Rhenald Kasali menyebut, bagi masyarakat yang menyukai perubahan, disrupsi merupakan masa depan. Bagi mereka yang sudah nyaman dengan keadaan sekarang dan takut dengan perubahan, mereka akan berpikir bahwa ini merupakan awal kepunahan. Akhirnya, sikap yang terbukalah yang bisa melihat disrupsi sebagai peluang yang akan melahirkan inovasi.